Sharing info seputar Artikel, Tutorial, Informasi yang bermanfaat.

Gaya Thailand Dalam Memadamkan Pemberontakan

Tidak ada komentar

Gaya Thailand Dalam Memadamkan Pemberontakan

     Akhir-akhir ini saya tertarik dengan suguhan kisah-kisah inspiratif yang ditulis oleh seorang bhiksu berkebangsaan Inggris, Ajhan Bhram. Dalam bukunya “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”, saya tertarik dengan tulisannya yang mengisahkan tentang Negara Thailand yang pernah mengalami masa-masa krisis hingga muncul berbagai konflik-konflik besar di berbagai daerah dan mengancam kehidupan demokrasi negara ini. Dalam tulisan yang diberi judul “Cara Memadamkan Pemberontakan”, penulis mengisahkan pengalaman hidupnya.

     Pada tahun 1975 di Negara Vietnam Selatan, Laos, dan Kamboja jatuh ke tangan komunis. Banyak negara-negara Barat meramalkan bahwa tidak lama lagi Thailand akan jatuh ke tangan Komunis. Pada saat yang bertepatan Thailand pun juga mengalai krisis. Beberapa rakyat mulai memprotes pihak pemerintahan dan memunculkan ketidakpuasan-ketidakpuasan terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah Thailand. Hingga muncullah gerakan dan gerilyawan komunis yang mengancam keselamatan warga sipil di daerah-daerah pedesaan dan pegunungan. Tak sedikit pula mahasiswa Thai yang juga turut bergabung dan berjuang dalam kaum gerilyawan dan gerilyawan komunis. Beberapa kejadian yang dimuat di surat kabar mengabarkan bahwa bhiksu-bhiksu yang bertapa di hutan belantara telah dibunuh dan disiksa oleh kaum gerilyawan komunis.

     Tak sedikit korban dari warga sipil yang berjatuhan akibat kejadian tersebut. Hingga akhirnya pemerintah dan tentara Thai pun menemukan solusi dalam tiga strategi:
1.    

            MENAHAN DIRI


    Tentara tidak menyerang markas komunis, seklipun mereka tahu dimana lokasi markas kaum gerilyawan berada.  Tentara hanya menjaga di tempat warga sipil berada serta bertugas mengingatkan warga sipil untuk tidak melakukan aktifitas yang melewati wilayah kaum gerilyawan.
2.      

      MENGAMPUNI


     Selama periode maut ini, diadakan suatu pengampunan di tempat dan tanpa syarat. Dimana pun salah satu kaum pemberontak ingin diampuni kasusnya, dia boleh meletakkan senajatanya dan kembali ke aktivitas sebelumnya. Pemerintah Thailand tetap melakukan system “mengampuni” bagi warganya yang telah tercebur dalam kaum gerilyawan komunis. Walaupun disisi lain tak sedikit pula tentara Thai yang gugur akibat ditangkap, disandera, hingga akhirnya dibunuh oleh kaum gerilyawan komunis.
3.     

      MEMECAHKAN AKAR MASALAH


     Selama tahun-tahun masa krisis, pemerintah Thailand melakukan pembangunan di desa-desa terpencil. Jalan-jalan di desa pun menjadi beraspal dan mempermudah akses orang-orang desa untuk menjual hasil bumi ke kota. Saluran irigasi pun juga dibuat oleh pemerintah Thailand, dengan membuat waduk-waduk kecil. Bersamaan dengan itu dibangun pula fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan di desa-desa terpencil. Semua aktfitas pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Thailand melalui bantuan warga mendapat jaminan keamanan agar tidak terserang oleh kaum gerilyawan komunis dengan bantuan tentara Thailand. Suatu ketika Ajahn Bhram bertemu dengan tentara Thailand dan bertanya, “Apa yang kamu lakukan ketika kamu menemui kaum gerilyawan saat kamu sedang bertugas menjaga daerah?” Tentara itu pun menjawab, “Kami tidak perlu menembak kaum komunis, mereka semua saudara sebangsa kami, ketika kami bertemu dengan mereka kami menyapa mereka dan kami perdengarkan lagu-lagu kebangsaan kamu”.

       Lama-kelamaan kondisi Negara Thai mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Satu persatu kaum gerilyawan komunis menyerahkan diri dengan meletakkan senjata dan pemerintah Thailand memberikan amnesti tanpa syarat kepada mereka. Kaum gerilyawan pun mulai melakukan aktifitas mereka seperti biasanya. Pemberontakan demi pemberontakan pun mulai jarang terjadi. Hingga akhirnya pemimpin gerakan komunis pun menyerahkan diri. Pemerintah Thailand memberikan amnesti dan memberikan hadiah kepada pemimpin gerakan komunis dengan dipercayai memegang sebuah jabatan di jajaran pemerintahan Thailand.


     Setelah saya membaca kisah ini, terlintas dalam pikiran saya mengaitkan judul tulisan yang ditulis Ajahn Bhram dalam kehidupan kita sehari-hari. Sering kali, kita berontak terhadap apa yang ada disekitar kita. Rasa atau perasaan pemberontakan itu muncul ketika kita mulai merasa tidak puas, takut, marah dan kecewa terhadap objek yang ditangkap oleh indera kita dan di olah dalam pikiran hingga akhirnya bermuara pada perasaan yang memunculkan sebuah tindakan “pemberontakan”. Mungkin ketika kita mengalami pemberontakan atau kita berhadapan dengan kaum pemberontak ketiga langkah tersebut bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pemberontakan hanya bisa dipadamkan dengan kita mampu “berdamai” dan “mengampuni”. 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar